RS^: “Wahai Abu Utsman,” kata perempuan itu, “Sungguh aku mencintaimu.”
RS^: Suasana hening sejenak. “Aku memohon, atas nama Allah, agar sudilah kiranya engkau menikahiku,” lanjutnya.
RS^: Lelaki yang bernama lengkap Abu Utsman An Naisaburi itu diam. Ada keterkejutan dan kegamangan dalam dirinya
RS^: Imam Abul Faraj Abdurahman ibnu Al Jauzi menuliskan dalam salah satu kitabnya, Shaidul Khathir, bahwa Abu Utsman kemudian datang ke rumah si perempuan. Ia mendapati orangtua si perempuan adalah orang yang miskin.
RS^: Namun, keputusannya tetaplah bulat untuk meminang si perempuan yang datang menyatakan cinta kepadanya itu. Terlebih lagi karena perempuan itu memintanya untuk menikahinya.
RS^: kebahagiaan yang berlimpah pada orangtua si perempuan mendengar bahwa putrinya dipinang oleh Abu Utsman, lelaki yang berilmu, tampan, shalih, penyabar, setia, jujur, tulus, dan terhormat.
RS^: sejak malam pengantin mereka ada kisah yang baru terungkap setelah kematian sang istri. “Ketika perempuan itu datang menemuiku,” kisahnya, “Barulah aku tahu kalau matanya juling dan wajahnya sangat jelek dan buruk.
RS^: Namun, ketulusan cintanya padaku telah mencegahku keluar dari kamar. Aku pun terus duduk dan menyambutnya tanpa sedikit pun mengekspresikan rasa benci dan marah. Semua demi menjaga perasaannya
RS^: “Begitulah kulalui lima belas tahun dari hidupku bersamanya hingga dia meninggal,” lanjutnya berkisah. “Maka, tiada amal yang paling kuharapkan pahalanya di akhirat, selain masa-masa lima belas tahun dari kesabaran dan kesetiaanku menjaga perasaanny
RS^: menjaga perasaannya dan ketulusan cintanya.”
No comments:
Post a Comment